Kabupaten Rembang, iKoneksi.com – Ketegangan terjadi di Desa Candi Mulyo, Kabupaten Rembang, setelah seorang sopir truk bernama Yanto (29) mendapatkan ancaman fisik dan verbal dari seorang mandor tambang di Galian C milik Ny. Dian dan Lutfi, anggota dewan setempat. Peristiwa yang terjadi pada Sabtu, 4 Januari 2025 ini memicu kemarahan warga hingga memblokade akses masuk ke tambang tersebut pada Minggu, 5 Januari 2025.
Ketegangan bermula saat Yanto berinisiatif mengangkut batu belah dari tambang untuk membantu warga sekitar mendapatkan pekerjaan di tambang tersebut. Namun, niat baiknya justru mendapat respons kasar dari mandor tambang, yang tidak hanya melontarkan ancaman verbal tetapi juga mengancam fisik.
Warga yang mengetahui insiden tersebut segera mendatangi pengurus tambang untuk meminta kejelasan dan tindakan tegas terhadap sang mandor. Namun, karena tidak ada respons memuaskan, mereka memutuskan untuk memblokade jalan menuju tambang sebagai bentuk protes.
Tuntutan Warga: Pecat Mandor dan Perbaiki Dampak Tambang
Hingga berita ini ditulis, warga Desa Candi Mulyo tetap menuntut pemilik tambang untuk segera memecat mandor yang mengancam Yanto. Menurut warga, tindakan mandor tersebut mencerminkan sikap arogan yang tidak pantas, terutama terhadap warga desa yang seharusnya dilibatkan dalam operasional tambang.
Selain itu, warga juga mengeluhkan dampak buruk keberadaan tambang di tengah desa. Tonase kendaraan pengangkut batu andesit yang berat telah merusak jalan desa, sementara perbaikan infrastruktur belum juga terealisasi.
“Sudah bertahun-tahun jalan desa rusak akibat aktivitas tambang ini. Tapi tidak ada perhatian dari pihak tambang atau pemerintah. Ini hanya menambah beban warga,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kepala Desa: Tambang Hambat Pembangunan Desa
Ahmad Zaenuri, Kepala Desa Candi Mulyo, sebelumnya telah mengingatkan warga keberadaan tambang galian C bisa menghambat pembangunan desa, khususnya perbaikan jalan.
“Jika aktivitas tambang terus berlangsung tanpa kontrol, pemerintah desa akan kesulitan membangun infrastruktur. Tonase kendaraan berat dari tambang memperparah kerusakan jalan,” ungkapnya.
Zaenuri juga menegaskan pengelolaan tambang harus sesuai aturan, termasuk memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
“Namun, hingga saat ini, warga menilai keberadaan tambang lebih banyak membawa dampak negatif daripada positif,” tekan Zaenuri.
Tambang dan Regulasi Hukum
Persoalan tambang ilegal atau pengelolaan tambang yang tidak sesuai aturan memang menjadi dilema di banyak daerah, termasuk Kabupaten Rembang. Mengacu pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009), serta perubahannya dalam UU No. 3 Tahun 2020, setiap praktik tambang harus memiliki izin resmi dari Kementerian ESDM.
“Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP 96/2021) untuk mengantisipasi pertambangan ilegal (PETI). Namun, implementasi aturan ini seringkali terbentur dengan kepentingan lokal, sehingga pengawasan tambang menjadi lemah,” ungkap Zaenuri.
Dilema Warga dan Pemerintah Desa
Di tengah ketegangan ini, warga Desa Candi Mulyo berharap ada solusi nyata dari pihak tambang dan pemerintah. Mereka menuntut keadilan, baik dalam penanganan insiden ancaman terhadap Yanto maupun dampak kerusakan yang ditimbulkan tambang terhadap lingkungan desa. Blokade akses tambang menjadi simbol protes warga yang telah lama menahan keresahan.
“Kami tidak akan membuka jalan sampai ada tindakan nyata dari pemilik tambang. Jika tidak, kami akan terus mempertahankan blokade ini,” ujar salah satu warga dengan tegas.
Kasus ini menjadi gambaran bagaimana aktivitas tambang yang tidak dikelola dengan baik dapat memicu konflik antara masyarakat, pengusaha, dan pemerintah. Warga berharap keadilan dan perhatian segera diberikan untuk menyelesaikan konflik ini. (04/iKoneksi.com)
Komentar