Jakarta, iKoneksi.com – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah berpacu dengan waktu untuk menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025. Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyampaikan bahwa keputusan final terkait besaran biaya haji 2025 akan diketok palu selambat-lambatnya pada 11 Januari 2025. Hal ini bertujuan memberikan kepastian kepada calon jemaah, mengingat kloter pertama akan diberangkatkan pada 2–16 Mei 2025.
“Paling lambat, kita targetkan keputusan sebelum tanggal 10 Januari. Kami ingin calon jemaah memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan keberangkatan,” ujar Marwan saat ditemui di gedung DPR RI, Sabu (4/1/2025).
FGD dan Skema Biaya Haji 2025
Pada Sabtu (4/1/2025), DPR bersama pemerintah menggelar focus group discussion (FGD) tertutup di Jakarta. Agenda utama FGD ini adalah membahas rincian Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung oleh calon jemaah dan komposisi Nilai Manfaat yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Kementerian Agama sebelumnya mengusulkan skema biaya 70:30, di mana 70 persen Bipih ditanggung calon jemaah dan 30 persen sisanya diambil dari Nilai Manfaat. Namun, Ketua Panitia Kerja (Panja) Biaya Haji Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid, meminta skema ini dikaji ulang berdasarkan ketersediaan Nilai Manfaat di BPKH.
“Jika Nilai Manfaat yang tersedia mencukupi, maka skema 70-30 persen perlu direformulasi agar tidak membebani calon jemaah,” kata Abdul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Agama, Kamis (2/1/2025).
FGD ini akan mengevaluasi berbagai kemungkinan, termasuk apakah skema 70-30 persen dapat direalisasikan.
“Komisi VIII juga meminta penjelasan pemerintah terkait proyeksi kebutuhan anggaran kesehatan haji. Kementerian Kesehatan mengajukan anggaran sebesar Rp414,9 miliar untuk pelayanan kesehatan jemaah, meningkat dibandingkan realisasi tahun lalu,” jelas Abdul.
Tekanan untuk Menurunkan Biaya Haji
Salah satu poin utama yang dibahas adalah upaya menurunkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025 agar tidak melebihi Rp90 juta. Komisi VIII DPR menyoroti perbedaan signifikan dalam usulan biaya yang diajukan pemerintah. Menteri Agama Nasaruddin Umar mengusulkan rata-rata BPIH sebesar Rp93,3 juta, dengan komposisi Bipih Rp65,3 juta (70 persen) dan Nilai Manfaat Rp28 juta (30 persen). Sementara itu, Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi’i sempat menyatakan BPIH dapat ditekan hingga Rp85 juta, sejalan dengan telaah Komisi VIII. Pernyataan ini mendorong anggota DPR untuk memastikan bahwa usulan pemerintah dapat direvisi lebih efisien.
Sebagai perbandingan, BPIH 2024 ditetapkan sebesar Rp93,4 juta dengan komposisi Bipih Rp56 juta (60 persen) dan Nilai Manfaat Rp37 juta (40 persen). Jika skema 70-30 persen diterapkan pada 2025, maka beban calon jemaah akan meningkat signifikan.
Prioritas Pelayanan Jemaah
Meski DPR mendesak penurunan biaya, Marwan Dasopang menegaskan bahwa prioritas utama tetap pada peningkatan layanan jemaah. Pelayanan harus optimal mulai dari keberangkatan, aktivitas di Arab Saudi, hingga kepulangan.
“Biaya boleh turun, tetapi layanan tidak boleh berkurang. Ini prinsip yang harus dijaga bersama,” tegas Marwan.
Di sisi lain, usulan pembatasan usia jemaah haji yang sempat mencuat belum mendapat konfirmasi resmi dari pemerintah Arab Saudi.
“Komisi VIII DPR meminta Kementerian Agama terus melobi agar tidak ada pembatasan usia, mengingat banyak calon jemaah Indonesia yang berusia lanjut,” terang Marwan.
Harapan Finalisasi Tepat Waktu
Dengan tenggat waktu hingga 11 Januari 2025, pemerintah dan DPR diharapkan dapat merumuskan keputusan yang adil dan tidak membebani calon jemaah. Komitmen untuk menurunkan biaya haji di bawah Rp90 juta menjadi tantangan besar yang harus diselesaikan dengan cermat.
“Ini bukan hanya soal angka, tapi soal kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dalam mengelola biaya haji secara transparan dan efisien,” pungkas Marwan. (04/iKoneksi.com)
Komentar