banner 728x250

Geng Media Bapak dan Perang Bayangan di Sumut

  • Bagikan
banner 468x60

Kota Medan, iKoneksi.com – Skandal korupsi proyek jalan di Mandailing Natal yang menjerat “Geng Topan” dan memicu operasi tangkap tangan (OTT) KPK ternyata hanya puncak dari gunung es persoalan yang lebih kompleks. Di balik kasus bernilai ratusan miliar rupiah ini, mulai mencuat jaringan gelap lain yang kini dikenal luas di kalangan jurnalis Sumatera Utara sebagai “Geng Media Bapak”.

Kelompok ini bukan bagian dari media arus utama. Mereka bukan wartawan dengan identitas yang jelas, tidak tergabung dalam organisasi pers resmi, namun mengaku-ngaku punya akses ke lingkaran elite kekuasaan. Aktivitasnya pun tidak sebatas peliputan, tetapi mulai mencampuri pengaturan informasi, bahkan mengintervensi isi redaksi media lokal maupun nasional.

Intervensi Narasi dan Tekanan Halus

Kekuatan kelompok ini tampak dalam pola kerja mereka yang sistematis. Kalimat seperti “Judulnya ubah saja, jangan keras kali” menjadi semacam mantera yang kerap dikirimkan ke ruang-ruang redaksi sebagai bentuk tekanan terselubung.

Menurut pengakuan jurnalis dari berbagai media di Medan, kelompok “Media Bapak” ini kerap memanfaatkan kedekatan mereka dengan para pejabat untuk memoles pemberitaan, menghapus narasi kritis, dan mengarahkan isi konferensi pers sesuai pesanan.

“Mereka bukan wartawan, tapi punya akses ke ruang-ruang strategis. Bahkan bisa mengatur narasi yang muncul di kantor gubernur,” ungkap seorang jurnalis senior, yang minta identitasnya disamarkan karena alasan keamanan.

Gesekan di Lapangan: Wartawan vs Media Bayangan

Konflik terbuka mulai terjadi antara kelompok ini dan wartawan resmi. Salah satunya mencuat di lingkungan Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu). Koordinator wartawan Gubsu, Zulkifli Harahap, secara tegas menyuarakan keresahan rekan-rekannya.

“Kami ini wartawan resmi, ditugasi oleh redaksi. Tapi kami justru dihalangi oleh orang-orang yang mengaku dari media besar, ikut mengatur pertanyaan, bahkan menekan OPD,” kata Zulkifli.

Lebih parah, kelompok ini mencoba mengamankan pertanyaan dalam setiap sesi tanya-jawab gubernur. Kabarnya, pertanyaan yang disampaikan wartawan sudah disetting terlebih dahulu praktik yang secara terang-terangan membunuh independensi pers.

Modus Psikologis dan Permintaan Proyek

Kelompok ini juga dikenal menggunakan pendekatan manipulatif. Mereka kerap datang menawarkan bantuan pencitraan, namun di baliknya menyimpan motif untuk meminta proyek kerja sama atau mengatur narasi pemberitaan sesuai kepentingan mereka.

“Awalnya datang seperti membawa solusi, tetapi belakangan mulai minta proyek, minta eksklusivitas liputan, bahkan ikut menyeleksi wartawan yang boleh masuk ke ruang jumpa pers,” ungkap salah satu staf OPD di lingkungan Pemprov Sumut.

Narasi tandingan pun dibangun lewat grup-grup WhatsApp wartawan dan OPD, menciptakan tekanan psikologis agar para pejabat tunduk, serta memecah solidaritas wartawan yang bekerja secara profesional.

Ancaman Serius terhadap Kebebasan Pers

Organisasi pers lokal sudah sejak awal 2024 mencium gerakan ini. Pernyataan-pernyataan resmi sempat dikeluarkan untuk mengecam praktik intervensi dan intimidasi yang dilakukan kelompok tersebut. Namun karena tidak memiliki struktur resmi atau badan hukum, keberadaan “Media Bapak” sulit ditindak secara langsung.

“Inilah ancaman nyata bagi kebebasan pers. Kalau dibiarkan, wartawan profesional akan tergeser oleh kelompok bayangan yang jadi corong kekuasaan,” tegas salah satu pengurus organisasi pers tingkat provinsi.

Sayangnya, hingga kini Dinas Kominfo Sumut belum memberikan pernyataan resmi. Sementara itu, para wartawan profesional terus berharap ada langkah konkret dari pemerintah dan organisasi pers nasional untuk menertibkan fenomena yang semakin mengakar ini.

Demokrasi Lokal dalam Ancaman

Apa yang terjadi di Sumatera Utara bukan hanya soal intervensi media. Ini adalah gejala rusaknya sistem demokrasi lokal. Ketika media dimanfaatkan untuk melindungi elite, ketika narasi diatur oleh orang-orang tanpa mandat jurnalistik, maka yang terancam bukan hanya kebenaran, tetapi masa depan kebebasan sipil secara keseluruhan.

Kini, semua mata tertuju pada dua kekuatan utama: pemerintah dan komunitas pers. Apakah mereka mampu berdiri tegak untuk membersihkan ruang publik dari infiltrasi jahat ini?

Karena jika tidak, “Media Bapak” akan terus menebar ilusi, dan masyarakat akan terus dicekoki kebenaran semu sementara korupsi, manipulasi, dan kekuasaan bayangan terus tumbuh dalam gelap.

banner 325x300banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *