GMNI Tolak Perubahan Cagar Alam Mutis Jadi Taman Nasional

Jakarta, iKoneksi.com – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) secara tegas menolak keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait perubahan status Cagar Alam Mutis Timau di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi Taman Nasional. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri KLHK Nomor 946 Tahun 2024. Penolakan juga disampaikan terhadap perubahan fungsi kawasan hutan lindung menjadi Taman Nasional yang dianggap mengancam kelestarian budaya dan hak masyarakat adat setempat.

Ketua Bidang Kaderisasi DPP GMNI, Patra Dewa, menegaskan Gunung Mutis bukan sekadar bentang alam dengan nilai ekologis tinggi, tetapi juga pusat spiritual dan budaya yang sangat penting bagi masyarakat adat Timor.

“Gunung Mutis adalah tempat sakral, pusat kehidupan, dan sumber kearifan lokal masyarakat Timor. Perubahan fungsi kawasan ini dapat mengancam tradisi serta keberlanjutan hidup masyarakat adat,” ujar Patra.

Gunung Mutis selama ini menjadi lokasi berbagai ritual adat yang erat kaitannya dengan identitas budaya masyarakat Timor. Patra menilai, perubahan fungsi kawasan yang diusulkan KLHK tidak mempertimbangkan hak-hak masyarakat adat serta warisan budaya yang telah ada selama berabad-abad.

Desakan GMNI dan Kekhawatiran Dampak Keputusan

GMNI mendesak KLHK untuk mengevaluasi ulang keputusan tersebut, mengingat dampaknya yang luas terhadap aspek sosial, budaya, dan spiritual masyarakat adat Timor. GMNI juga meminta agar proses pengambilan keputusan melibatkan masyarakat adat secara aktif serta dilakukan kajian yang lebih mendalam.

“Sebagai generasi muda, kami berkomitmen untuk terus menyuarakan penolakan terhadap keputusan ini demi melindungi budaya dan keberagaman Indonesia,” tegas Patra.

KLHK Klarifikasi: Bukan Penurunan Status

Menanggapi penolakan tersebut, KLHK melalui siaran persnya menegaskan perubahan status menjadi Taman Nasional bukanlah bentuk penurunan fungsi kawasan hutan. KLHK menyatakan langkah ini bertujuan mengelola bentang alam secara terpadu melalui sistem zonasi yang tetap mempertahankan keanekaragaman hayati.

KLHK juga mengklaim keputusan ini mengakomodasi aktivitas masyarakat setempat, seperti pengambilan madu hutan, kayu bakar, hingga ritual adat, yang sebelumnya dibatasi di bawah status cagar alam. Dalam sistem zonasi, kawasan akan dibagi menjadi zona inti, zona tradisional, zona religi, hingga zona pemanfaatan.

Prosedur Perubahan Fungsi Kawasan

KLHK menjelaskan perubahan fungsi kawasan ditempuh sesuai prosedur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2021. Proses ini melibatkan tim terpadu yang terdiri dari para ahli biofisik, sosial, ekonomi, hingga budaya. Hasil penelitian tim menyetujui sebagian wilayah seluas ±66.473 hektar untuk diubah menjadi Taman Nasional, sementara wilayah lainnya tetap dipertahankan.

KLHK memastikan bahwa proses perubahan ini dilakukan melalui konsultasi publik dengan masyarakat adat dan pemerintah daerah. Selain itu, aktivitas pembangunan di Taman Nasional akan dibatasi sesuai zonasi yang telah ditentukan, sehingga tidak semua kawasan dapat dijadikan ruang investasi atau wisata.

Perspektif Berbeda, Masa Depan Kawasan di Persimpangan

Perbedaan pandangan antara GMNI dan KLHK mencerminkan kompleksitas pengelolaan sumber daya alam yang melibatkan aspek ekologis, budaya, dan kebutuhan masyarakat. Di satu sisi, KLHK berupaya memperluas akses masyarakat terhadap kawasan, tetapi di sisi lain, GMNI khawatir perubahan ini akan mengikis nilai-nilai budaya dan spiritual yang telah lama dijaga masyarakat adat Timor.

Dengan perdebatan yang terus bergulir, masa depan Cagar Alam Mutis Timau kini berada di persimpangan antara upaya pelestarian alam dan keberlanjutan tradisi masyarakat adat. (04/iKoneksi.com)

Komentar