banner 728x250

Kasus Penganiayaan Terapis di Surabaya Mandek, Korban Terancam dan Trauma

  • Bagikan
banner 468x60

Kota Surabaya, iKoneksi.com – Seorang perempuan berinisial SD (28) mengalami penganiayaan tragis setelah datang dari Jakarta untuk memulai karier sebagai terapis di Surabaya. Bukannya mendapat pekerjaan yang diharapkan, ia justru menjadi korban dugaan kekerasan, pelecehan, dan ancaman dari seorang pemilik spa hiburan malam yang dikenal dengan nama Ko Abi.

Kasus ini telah dilaporkan ke Polrestabes Surabaya sejak 5 November 2024 dengan nomor laporan LP/B/1079/XI/2024/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR. Namun, hingga kini, lebih dari empat bulan berlalu tanpa kejelasan. Bahkan, korban mengaku mendapatkan ancaman dan intimidasi agar mencabut laporan.

Berawal dari Undangan Kerja, Berakhir dengan Kekerasan

Menurut Syafaruddin Situmeang, penasihat hukum korban, peristiwa memilukan ini terjadi pada 31 Oktober 2024. Saat itu, korban tiba di Surabaya dan langsung diarahkan oleh terlapor untuk datang ke rumah pribadinya, bukan ke tempat kerja atau mess karyawan.

“Korban menerima alamat yang diberikan dan tiba di lokasi sekitar pukul 8 malam. Namun, sejak awal, ia sudah diperlakukan tidak sopan. Terlapor berusaha meraba tubuh korban dan memaksanya meminum alkohol,” ujar Syafaruddin, Selasa (4/3/2025) malam.

Korban sempat menolak, tetapi setelah terus didesak, akhirnya ia menurut. Selanjutnya, ia diajak ke ruang tengah untuk menonton biliar. Namun, yang terjadi setelah itu jauh lebih buruk.

“Korban tak sadarkan diri hingga pukul 2 pagi pada 1 November 2024. Ketika sadar, ia sudah berada di dalam kamar dengan tubuh babak belur dan mata penuh darah,” ungkap Syafaruddin.

“Merasa trauma dan ketakutan, korban segera meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jakarta dalam kondisi fisik dan mental yang terguncang. Setelah lima hari, ia akhirnya memberanikan diri melapor ke polisi dan menjalani visum di Rumah Sakit Primasatya Husada Citra Surabaya,” lanjut Syafaruddin.

Laporan Jalan di Tempat, Korban Dapat Ancaman

Sayangnya, laporan yang diharapkan bisa segera ditindaklanjuti justru menghadapi berbagai hambatan. Hingga kini, belum ada kejelasan terkait perkembangan kasus ini. Bahkan, terlapor diduga berusaha mengancam korban agar mencabut laporannya.

“Bukti ancaman ini sangat jelas. Pada 20 November 2024, dua minggu setelah laporan dibuat, korban menerima pesan WhatsApp berisi intimidasi dari pihak terlapor,” tegas Syafaruddin.

Namun, yang lebih mengejutkan adalah adanya kejanggalan dalam proses penyelidikan. Salah satunya adalah hilangnya rekaman CCTV, yang seharusnya bisa menjadi bukti penting dalam kasus ini.

“Pada 6 November 2024, penyidik mengatakan bahwa rekaman CCTV telah terhapus. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana hal ini bisa terjadi. Kejanggalan-kejanggalan seperti ini semakin membuat korban merasa tidak mendapatkan keadilan,” terangnya.

Tak hanya itu, ia membeberkan korban juga mengalami kesulitan finansial karena harus bolak-balik Jakarta-Surabaya dengan tabungan yang semakin menipis, sementara proses hukum masih menggantung tanpa kepastian.

Desakan Transparansi dan Keadilan dari Kepolisian

Syafaruddin menekankan pihaknya menuntut transparansi dalam penyelidikan kasus ini. Lambannya proses hukum dan hilangnya barang bukti semakin memperburuk trauma korban.

“Kami berharap Polrestabes Surabaya dapat menangani kasus ini dengan adil dan transparan. Jangan sampai ada campur tangan pihak tertentu yang menghambat proses hukum,” lugasnya.

Ia juga mengingatkan Polri Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan) seharusnya menjadi prinsip utama dalam setiap kasus yang ditangani.

“Kami hanya ingin keadilan bagi korban. Jangan sampai kasus ini menguap begitu saja tanpa kejelasan. Perempuan berhak mendapatkan perlindungan hukum, terutama dalam kasus kekerasan seperti ini,” pungkasnya. (04/iKoneksi.com)

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *