Kebijakan Cukai Tembakau: Tantangan dan Peluang untuk Jawa Timur

Kota Surabaya, iKoneksi.com – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur bersama Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) telah merampungkan kajian komprehensif terkait kebijakan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT). Kajian yang rampung pada awal Januari 2025 ini menyoroti pentingnya keseimbangan berbagai aspek dalam merumuskan kebijakan CHT, terutama untuk mengoptimalkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

Kajian ini mempertimbangkan sejumlah faktor penting, mulai dari kontribusi industri hasil tembakau (IHT) terhadap perekonomian, tenaga kerja, hingga dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan peredaran rokok ilegal. Dengan pendekatan yang berimbang, kebijakan ini diharapkan mampu mendukung pembangunan daerah melalui alokasi DBHCHT yang lebih optimal.

Kontribusi Industri Tembakau untuk Jawa Timur

Ketua Umum Kadin Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menekankan IHT merupakan salah satu sektor strategis yang berperan besar dalam perekonomian Jawa Timur.

“Kontribusi IHT terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur mencapai 33%. Selain itu, Jawa Timur juga menyumbang 60% dari penerimaan CHT nasional. Ini angka yang signifikan dan menjadi bukti pentingnya sektor ini,” ucap Adik.

Jawa Timur, sebagai salah satu sentra utama tembakau di Indonesia, tidak hanya menjadi penghasil tembakau berkualitas, tetapi juga memberikan dampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Adik menjelaskan, sektor IHT di Jawa Timur menyerap hingga 40% tenaga kerja langsung dari total skala nasional. Namun, ia juga mengingatkan bahwa industri ini menghadapi berbagai tantangan berat, mulai dari tekanan regulasi hingga dinamika pasar global. Oleh karena itu, ia mengapresiasi keputusan pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk tidak menaikkan tarif CHT pada tahun 2025.

“Kami percaya kebijakan ini memberikan ruang bagi industri untuk bertahan sekaligus mendorong optimalisasi DBHCHT, yang sangat penting untuk mendukung pembangunan Jawa Timur,” ungkapnya.

Tantangan Penurunan DBHCHT

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMM, Prof. Dr. Idah Zuhroh, M.M., turut memberikan pandangan terkait kebijakan ini. Ia menyoroti meskipun Jawa Timur secara konsisten menerima alokasi DBHCHT terbesar secara nasional, jumlah yang diterima mengalami penurunan signifikan pada tahun 2024.

“DBHCHT Jawa Timur tahun 2024 menurun hingga 10%. Penurunan ini terkait dengan turunnya penerimaan CHT nasional akibat kenaikan tarif yang cukup tinggi secara berturut-turut di tahun sebelumnya,” jelas Idah.

Ia melihat keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif CHT pada 2025 sebagai langkah yang tepat untuk jangka pendek, guna memberi waktu bagi industri untuk pulih.

“Namun, untuk tahun-tahun mendatang, kenaikan tarif tetap diperlukan, dengan syarat kebijakan tersebut didasarkan pada kajian yang matang dan berimbang,” tutur Idah.

Kebijakan Berimbang untuk Masa Depan

Baik Kadin Jawa Timur maupun UMM sepakat bahwa optimalisasi DBHCHT memerlukan pendekatan kebijakan yang berimbang. Adik dan Idah menilai, kajian mendalam sangat penting untuk memastikan keberlangsungan IHT dan sekaligus memaksimalkan kontribusinya terhadap pembangunan daerah.

“Kebijakan kenaikan tarif di masa depan harus mempertimbangkan keberlangsungan industri dan juga potensi pertumbuhan penerimaan DBHCHT. UMM sebagai institusi akademik siap mendukung pemerintah dan Kadin Jawa Timur untuk merumuskan kebijakan yang tepat,” lugas Idah.

Idah juga menambahkan, pentingnya DBHCHT sebagai instrumen untuk meningkatkan pembangunan, terutama di Jawa Timur, harus selalu menjadi prioritas dalam pengambilan kebijakan.

Mendorong Pembangunan Melalui Kolaborasi

“Kajian ini menjadi bukti kolaborasi strategis antara akademisi dan pelaku usaha dalam mendukung pengambilan kebijakan yang tepat sasaran,” pungkasnya. (04/iKoneksi.com)

Komentar