Kab Rembang, iKoneksi.com – Rembang kembali menjadi sorotan publik setelah proyek strategis Embung Glebeg yang digadang-gadang sebagai solusi ketahanan air pertanian, kini justru menyeret nama-nama pejabat dalam pusaran hukum. Penyelidikan yang tengah dilakukan oleh Polda Jawa Tengah telah menetapkan Genro Wiyono sebagai tersangka dalam kasus ini. Di tengah proses hukum yang berjalan, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) proyek tersebut, Alfi Mohamadi, akhirnya angkat bicara dan memberikan keterangan penting kepada awak media.
Klarifikasi Alfi Soal Peran dan Proses Awal
Alfi Mohamadi, yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTARU) Kabupaten Rembang, menjelaskan perannya secara terbuka. Ia merupakan PPKom saat lelang pertama proyek Embung Glebeg digelar. Namun, lelang tersebut dinyatakan gagal, dan proyek kemudian dilelang ulang dengan penanggung jawab baru: Genro Wiyono.
Dalam pertemuan dengan wartawan pada Senin, (28/4/2025) di Kantor DPUTARU Rembang, Alfi menyatakan dirinya juga telah diperiksa oleh penyidik dari Polda Jawa Tengah. Pemeriksaan tersebut, menurut Alfi, mencakup sejumlah dokumen penting yang berkaitan dengan lokasi proyek, baik pada saat dirinya menjabat maupun saat proyek berpindah tangan ke Genro.
Lokasi Proyek Dipertanyakan, Alfi Ungkap Ketidaksesuaian
Salah satu fokus penyidikan, menurut Alfi, adalah soal dugaan pergeseran lokasi fisik proyek yang tidak sesuai dengan rencana awal. Isu ini menjadi krusial karena berkaitan dengan potensi penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek.
“Memang ada pertanyaan dari penyidik soal lokasi. Mereka ingin tahu apakah lokasi yang dikerjakan saat ini sama dengan yang direncanakan. Tapi saya sendiri tidak mengetahui secara rinci perubahan tersebut,” ungkapnya.
Pernyataan Alfi memperkuat dugaan bahwa ada kejanggalan dalam implementasi proyek di lapangan, terutama bila benar lokasi embung berubah tanpa prosedur yang sah.
Pertemuan Kunci: Alfi, Genro, dan Bupati Hafidz
Setelah lelang pertama gagal, Alfi menceritakan adanya pertemuan strategis yang digelar pada Oktober 2022. Pertemuan itu melibatkan dirinya, Genro Wiyono, Pengguna Anggaran (PA), dan Bupati Rembang saat itu, Abdul Hafidz. Dalam rapat tersebut, Alfi menyampaikan keberatannya untuk melanjutkan proyek karena waktu yang tersisa sangat sempit, mengingat musim hujan segera datang dan proyek masih harus melalui tahap penggalian tanah.
“Pelaksanaan butuh setidaknya 75 hari. Sementara waktu sudah masuk Oktober, musim hujan, dan kondisi di lapangan tidak memungkinkan. Selain itu, alat, tenaga kerja, dan material belum siap,” terang Alfi.
Karena itu, ia menolak melanjutkan sebagai PPKom. Namun, secara mengejutkan, Genro menyatakan kesiapannya untuk mengambil alih proyek, kesanggupan yang disampaikan langsung di hadapan Bupati dan PA.
Lelang Kedua dan Penunjukan Kontraktor
Kesanggupan Genro membuat proyek tetap berjalan melalui lelang kedua. Dari proses tersebut, perusahaan pemenang yakni PT Konstruksi Multi Cipta Sarana dari Makassar ditetapkan sebagai pelaksana proyek. Namun, perkembangan terbaru menunjukkan keputusan tersebut justru menjadi pintu masuk bagi dugaan pelanggaran serius, hingga akhirnya Genro Wiyono ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan ini mengundang tanya: seberapa jauh pelanggaran terjadi dan siapa saja yang terlibat?
Diamnya Bupati, Sorotan Masyarakat Semakin Tajam
Hingga berita ini disusun, mantan Bupati Rembang Abdul Hafidz belum memberikan keterangan resmi terkait keterlibatannya dalam proses pengalihan tanggung jawab proyek. Padahal, kehadirannya dalam pertemuan kunci bersama Alfi dan Genro menjadi titik awal pengambilan keputusan yang kini menjadi bahan penyidikan.
Keterlibatan nama-nama besar dan ketidaksesuaian teknis proyek memunculkan desakan publik agar aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya. Rakyat berhak tahu bagaimana dana pembangunan dikelola dan sejauh mana proyek strategis justru menjadi ladang pelanggaran.
Masyarakat Menanti Transparansi
Keterbukaan Alfi Mohamadi membuka sebagian tabir yang selama ini tertutup rapat. Namun, publik masih menanti jawaban-jawaban yang lebih utuh. Terutama tentang apakah ada tekanan, instruksi di luar prosedur, atau bahkan indikasi korupsi berjemaah dalam proyek ini.
Kasus Embung Glebeg bukan hanya soal satu orang tersangka, tetapi soal tata kelola proyek publik yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Sudah saatnya semua pihak yang terlibat bersuara, sebelum kepercayaan masyarakat runtuh sepenuhnya. (04/iKoneksi.com)