Kab Labuhanbatu Utara, iKoneksi.com – Pelayanan kesehatan yang seharusnya mengedepankan profesionalisme kembali tercoreng. Seorang pasien peserta BPJS Kesehatan yang dirujuk ke Rumah Sakit Meditrans Lubuk Pakam mengaku dimintai uang sebesar Rp500.000 oleh oknum perawat dan sopir ambulans dari Rumah Sakit Aek Kanopan. Kejadian yang berlangsung pada Selasa, 10 Maret 2025 ini sontak menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama bagi pasien yang mengandalkan fasilitas BPJS untuk mendapatkan layanan kesehatan.
Pasien yang enggan disebutkan namanya itu mengungkapkan permintaan uang tersebut dilakukan dengan alasan untuk membiayai perjalanan ke Medan.
“Kami hanya ingin mendapatkan pelayanan yang baik dan profesional, bukan malah dimintai uang. Seharusnya semua biaya perjalanan sudah ditanggung karena saya adalah pasien BPJS,” ujar pasien dengan nada kecewa.
Dugaan Pungli di Layanan Kesehatan
Kejadian ini memicu banyak pertanyaan tentang transparansi dan integritas layanan kesehatan di Rumah Sakit Aek Kanopan. Pasien BPJS seharusnya mendapatkan layanan tanpa biaya tambahan, kecuali dalam kondisi tertentu yang telah diatur dalam regulasi BPJS Kesehatan. Tindakan oknum perawat dan sopir ambulans tersebut diduga merupakan pungutan liar (pungli) yang kerap terjadi di beberapa fasilitas kesehatan, terutama dalam pelayanan rujukan pasien. Menurut pasien, permintaan uang itu dilakukan secara tidak resmi, tanpa kuitansi atau bukti pembayaran yang sah. Ini memperkuat dugaan bahwa uang tersebut memang hanya untuk kepentingan pribadi oknum yang terlibat.
“Saya merasa diperas, karena tidak ada rincian biaya yang jelas. Ini bukan pertama kalinya kami mendengar kasus seperti ini di rumah sakit ini,” ungkap pasien tersebut.
Pihak Rumah Sakit Bungkam, Warga Resah
Hingga berita ini diturunkan, pihak Rumah Sakit Aek Kanopan belum memberikan pernyataan resmi mengenai kejadian tersebut. Tidak ada klarifikasi apakah permintaan uang itu memang prosedur resmi atau hanya ulah oknum tertentu.
Sikap bungkam rumah sakit justru semakin memicu keresahan di masyarakat. Banyak warga yang merasa khawatir jika praktik serupa sudah lama terjadi namun tidak terungkap.
Desakan Investigasi dan Tindakan Tegas
Menyikapi insiden ini, masyarakat meminta pihak berwenang segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada oknum yang terlibat. Lembaga advokasi kesehatan di Sumatera Utara pun mulai menyoroti kasus ini dan mendesak Dinas Kesehatan untuk melakukan audit serta evaluasi terhadap pelayanan di Rumah Sakit Aek Kanopan.
Seorang aktivis kesehatan, Nina, menegaskan praktik pungli dalam layanan kesehatan harus diberantas karena merugikan pasien yang seharusnya mendapatkan hak mereka tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan.
“Ini bukan hanya soal uang Rp500 ribu, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan. Jika hal ini terus dibiarkan, masyarakat miskin akan semakin sulit mendapatkan akses kesehatan yang layak,” tegas Nina.
Ia juga menambahkan pihak BPJS Kesehatan perlu turun tangan dan memastikan rumah sakit tidak menyalahgunakan layanan rujukan sebagai celah untuk mencari keuntungan pribadi.
Harapan Masyarakat untuk Perubahan
Kasus ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan instansi terkait agar lebih serius dalam mengawasi layanan kesehatan, terutama di daerah-daerah yang masih rawan praktik pungli.
Salah satu masyarakat, Aminah berharap ada transparansi dalam sistem rujukan pasien BPJS, serta adanya pengawasan ketat terhadap petugas kesehatan yang berpotensi menyalahgunakan kewenangan mereka.
“Dengan adanya laporan ini, diharapkan pihak rumah sakit tidak hanya sekadar memberikan klarifikasi, tetapi juga mengambil langkah konkret untuk mencegah kejadian serupa terulang. Jika tidak ada tindakan tegas, maka kepercayaan masyarakat terhadap fasilitas kesehatan akan semakin menurun, dan hak pasien untuk mendapatkan layanan yang layak pun terus terancam,” pungkasnya. (04/iKoneksi.com)