Pengawas Asrama Pondok Pesantren Ditangkap, Cabuli Tiga Santri di Mojokerto

Kab Mojokerto, iKoneksi.com – M. Riski Rahmadani (20), seorang pengawas kamar asrama di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, harus berurusan dengan hukum. Ia ditangkap Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Mojokerto setelah terbukti mencabuli tiga santri yang masih di bawah umur.
Para korban diketahui merupakan siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) berinisial FM (13) dan IZ (13), keduanya siswa kelas 7, serta FD (15), siswa kelas 9. Kasus ini terungkap setelah para korban memberanikan diri mengungkapkan aksi bejat tersebut kepada orang tua mereka. Tidak terima atas perbuatan Riski, orang tua korban segera melaporkannya ke Mapolres Mojokerto.

“Saat ini pelaku sudah kami amankan. Penyelidikan masih terus dilakukan untuk mengungkap semua detail kasus ini,” ujar Kanit PPA Satreskrim Polres Mojokerto, Iptu Ahmad Muthoin, Rabu (22/1/2025).

Menurut pengakuan Riski kepada penyidik, ia telah mencabuli para korban sebanyak empat kali. Aksinya dilakukan saat para korban sedang tertidur pulas di kamar asrama pondok pesantren. Modus pelaku adalah memanfaatkan posisinya sebagai pengawas kamar untuk menjalankan perbuatannya.

“Korban tidak berani melawan karena pelaku memiliki otoritas di asrama,” sebut Muthoin.

Aksi terakhir Riski dilakukan pada malam 10 Desember 2024. Setelah melakukan penyelidikan intensif dan mengumpulkan bukti-bukti, petugas akhirnya menangkap mahasiswa semester lima asal Desa Purworejo, Kecamatan Pungging, tersebut.

“Atas perbuatannya, Riski dijerat dengan Pasal 82 ayat 1 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Hukuman yang menantinya cukup berat, yaitu pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp 5 miliar,” terang Muthoin.

Kasus ini mengundang perhatian publik, khususnya karena melibatkan lingkungan pesantren yang seharusnya menjadi tempat aman dan kondusif untuk mendidik generasi muda. Peristiwa ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan asrama, terutama dalam memastikan keamanan anak-anak dari potensi pelecehan.

“Kami menegaskan kasus ini akan diproses secara hukum hingga tuntas. Selain itu, masyarakat, terutama para orang tua, diimbau untuk lebih peka terhadap kondisi anak-anak mereka. Jika terdapat tanda-tanda yang mencurigakan, laporan segera kepada pihak berwenang sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kasus serupa,” jelas Muthoin.

“Tragedi ini menjadi tamparan keras bagi semua pihak, terutama lembaga pendidikan berbasis asrama,” tegas Muthoin. (04/iKoneksi.com)

Komentar