Polemik di Balik Kegagalan Lomba Tari Trophy Gubernur Jateng

Kota Semarang, iKoneksi.com – Kegagalan penyelenggaraan lomba tari Trophy Gubernur Jawa Tengah pada 20 Desember 2024 di Taman Indonesia Kaya (TIK), Semarang, terus menjadi bahan pembahasan hangat. Acara yang semula digadang-gadang menjadi puncak dari rangkaian Festival Semarang Economy Creative (SEC) tersebut justru meninggalkan jejak kontroversi yang berujung pada perdebatan hukum.

Acara ini diprakarsai oleh Semarang Economy Creative (SEC) yang berkolaborasi dengan Asosiasi Pengusaha Mikro, Kecil, dan Menengah Digital Online (Apmikimmdo). Namun, alih-alih berakhir dengan sukses, berbagai persoalan muncul ke permukaan setelah acara dinyatakan gagal terlaksana. Ketua SEC sekaligus ketua panitia lomba, Mei Sulistyoningsih, menjadi sorotan utama dalam pusaran masalah ini.

Menurut Lukman Muhadjir, kuasa hukum Mei Sulistyoningsih, kliennya telah menjadi korban fitnah yang menyebabkan nama baiknya tercemar.

“Klien kami, Bu Mei, menjadi korban karena dibully di media sosial, nama baiknya dicemarkan, kredibilitasnya jatuh, dan bahkan SEC yang ia pimpin hancur reputasinya. Hal ini membuat para anggota di dalamnya kebingungan,” ungkap Lukman saat ditemui iKoneksi.com, Selasa (7/12/2024).

Lukman menjelaskan pihaknya tidak akan tinggal diam atas serangan yang dialami kliennya. Ia menegaskan tindakan hukum akan segera diambil untuk memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang telah mencemarkan nama baik Mei Sulistyoningsih.

“Kami akan melaporkan pihak-pihak yang terlibat ke Polda Jawa Tengah, baik ke Kriminal Umum maupun Siber, jika nantinya ditemukan adanya tindak pidana. Hal ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),” ujarnya dengan nada tegas.

Polemik ini memunculkan beragam spekulasi di tengah masyarakat, khususnya di kalangan pelaku seni dan budaya di Semarang. Ada yang mempertanyakan manajemen acara, ada pula yang mendukung langkah hukum yang diambil Mei dan timnya.

“Beberapa pihak menganggap kegagalan lomba tari ini tidak semata-mata disebabkan oleh masalah teknis, melainkan juga faktor komunikasi dan kepercayaan antara panitia, peserta, dan pihak-pihak terkait,” lugas Lukman.

Di sisi lain, kritik pedas yang muncul di media sosial dianggap tidak hanya merugikan secara pribadi, tetapi juga secara institusional. Lukman menegaskan tindakan mencemarkan nama baik melalui media sosial memiliki konsekuensi hukum.

“Mereka tidak bisa sembarangan memainkan opini di media sosial yang berujung pada kerugian pihak lain. Ini bukan hanya soal opini, tapi juga soal tanggung jawab hukum,” tuturnya.

Kontroversi ini membuka perdebatan lebih luas tentang bagaimana sebuah acara besar seharusnya dikelola secara profesional dan transparan.

“Tidak hanya itu, kasus ini juga menjadi pengingat tentang pentingnya etika dalam bermedia sosial, terutama dalam menghadapi persoalan publik,” seru Lukman.

Lomba tari Trophy Gubernur Jateng sejatinya dirancang untuk menjadi wadah ekspresi seni sekaligus mempererat hubungan antar komunitas budaya di Jawa Tengah. Namun, dengan situasi yang terjadi saat ini, harapan tersebut tampaknya harus tertunda. Ke depan, diperlukan evaluasi mendalam agar peristiwa serupa tidak terulang dan pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat memperoleh keadilan sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan langkah hukum yang tengah disiapkan, publik kini menanti bagaimana kasus ini akan berlanjut. Apakah upaya hukum akan mampu memulihkan nama baik Ketua SEC dan lembaganya, atau justru membuka babak baru dalam polemik yang telah menyedot perhatian masyarakat luas? Hanya waktu yang akan menjawab. (04/iKoneksi.com)

Komentar