Kota Malang, iKoneksi.com – Sebuah perusahaan teknologi keuangan (fintech) asal India dikabarkan akan melakukan investasi strategis pada salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang. Informasi ini disampaikan langsung oleh Kepala OJK Malang, Biger Adzanna Maghribi, dalam jumpa pers dan dialog akhir tahun, Senin (16/12/2024).
Meski belum merinci identitas perusahaan fintech tersebut, Biger memberikan gambaran bahwa perusahaan ini merupakan salah satu pemain terbesar di India, yang dikenal sebagai pusat inovasi teknologi keuangan global.
“Pokoknya salah satu perusahaan terbesar di India. Saya yakin Anda pasti tahu. Tetapi untuk detail lebih lanjut, saya belum bisa memberikan informasi,” ujar Biger kepada iKoneksi.com, Selasa (16/12/2024).
Langkah investasi ini, menurut Biger, diarahkan untuk mengembangkan layanan BPR digital, sebuah konsep yang memungkinkan bank kecil seperti BPR untuk bersaing di era digitalisasi perbankan.
Potensi Besar di Tengah Tantangan Modal
Wilayah kerja OJK Malang saat ini menaungi 50 BPR dan 6 BPR Syariah. Namun, dengan regulasi baru yang menetapkan modal minimum Rp 6 miliar untuk BPR pada 2025, Biger memprediksi jumlah BPR akan berkurang.
“Kalau modal awalnya tidak mencapai Rp 6 miliar, maka BPR akan turun kelas. Sedangkan untuk BPR Syariah, modal awalnya Rp 3 miliar pada 2024, yang juga akan naik menjadi Rp 6 miliar pada akhir 2025,” terang Biger.
Meski demikian, ia optimistis jumlah BPR di wilayah OJK Malang pada 2025 akan tetap berada di atas angka 45. Dalam konteks perbankan secara keseluruhan, penghimpunan dana pihak ketiga di wilayah ini menunjukkan tren positif, tumbuh 7,40 persen year-on-year (yoy), dari Rp 94,89 triliun pada Oktober 2023 menjadi Rp 101,91 triliun pada Oktober 2024.
“Namun, sektor BPR menghadapi tantangan signifikan, dengan sedikit penurunan sebesar 0,03 persen. Di sisi lain, perbankan syariah justru mencatat lonjakan signifikan. Bank umum konvensional tumbuh 6,82 persen, perbankan syariah naik 19,07 persen, dan BPR Syariah mencatat kenaikan luar biasa sebesar 47,93 persen,” lugas Biger.
BPR dan Masalah Tingginya Bunga Pinjaman
Meskipun memiliki potensi besar, BPR menghadapi persaingan yang ketat, terutama dalam menarik nasabah. Salah satu kendala utamanya adalah bunga pinjaman yang lebih tinggi dibandingkan bank umum konvensional.
“Permasalahan terbesar BPR adalah bunga pinjaman yang lebih tinggi, sehingga sulit bersaing. Selain itu, masalah infrastruktur seperti simpanan dan fasilitas ATM juga menjadi tantangan,” ungkap Biger.
Namun demikian, ia menggarisbawahi peran penting BPR dalam menyalurkan kredit modal kerja. Data OJK Malang menunjukkan bahwa 73,59 persen pembiayaan dari BPR dialokasikan untuk kebutuhan modal kerja, jauh lebih tinggi dibandingkan bank umum konvensional (44,09 persen) dan BPR Syariah (49,61 persen).
Harapan pada Investasi Fintech Asing
Kehadiran investor asing, terutama perusahaan fintech India, dipandang sebagai angin segar bagi permodalan BPR. Jika terealisasi, investasi ini dapat membawa perubahan besar pada struktur permodalan dan operasional BPR di wilayah Malang.
“Jika investor asing masuk, ini akan memperkuat permodalan BPR. Namun, tantangannya tetap ada, yaitu bagaimana BPR mampu bersaing dengan bank umum konvensional dalam menarik nasabah,” seru Biger.
Transformasi BPR menuju layanan digital dinilai menjadi solusi jangka panjang. Teknologi yang diusung oleh perusahaan fintech dapat membantu BPR mengurangi gap infrastruktur dan meningkatkan daya saing, baik melalui inovasi layanan maupun efisiensi operasional.
“Biger juga menaruh harapan besar pada pertumbuhan BPR Syariah. Melihat lonjakan investasi dari pihak ketiga di sektor perbankan syariah, potensi pertumbuhan BPR Syariah tetap terbuka lebar,” papar Biger.
Peran Strategis BPR di Wilayah Malang
Meski menghadapi berbagai tantangan, peran BPR dalam perekonomian lokal tidak bisa diabaikan. BPR memiliki kontribusi signifikan dalam mendukung sektor usaha kecil dan menengah (UKM) yang menjadi tulang punggung ekonomi wilayah Malang.
“BPR sangat dominan dalam menyalurkan kredit modal kerja. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tetap menjadi pilihan utama bagi pelaku usaha mikro dan kecil,” tuturnya.
“Namun, keberlanjutan peran ini membutuhkan strategi adaptasi yang kuat. Kolaborasi dengan fintech internasional menjadi salah satu peluang strategis yang bisa mendorong BPR ke arah yang lebih modern dan kompetitif,” imbuhnya.
Arah Baru di Tengah Transformasi Digital
Jika investasi perusahaan fintech India ini terealisasi, hal tersebut tidak hanya menjadi momen penting bagi BPR di wilayah Malang, tetapi juga menjadi gambaran perubahan lanskap perbankan nasional. Transformasi digital tidak lagi menjadi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak untuk bertahan di tengah perubahan zaman.
“Langkah ini bisa menjadi awal dari era baru, di mana BPR tidak hanya sekadar bertahan, tetapi juga berkembang melalui inovasi dan kolaborasi strategis,” tekan Biger.”
Ke depan, semua mata akan tertuju pada perkembangan investasi ini. Apakah kolaborasi lintas negara ini mampu membawa perubahan signifikan bagi BPR di Indonesia? Ataukah tantangan struktural dan regulasi masih akan menjadi penghalang utama? Yang jelas, transformasi sudah dimulai, dan sektor keuangan Indonesia harus siap menghadapi era baru ini,” tandas Biger. (04/iKoneksi.com)
Komentar