google.com, pub-7927405703202979, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Rusia Klaim Kuasai Dua Wilayah Baru di Donetsk

  • Bagikan
banner 468x60

Moskow, iKoneksi.com – Ketegangan di medan perang Ukraina kembali memanas. Pada Kamis (15/5/2025), Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa pasukannya berhasil menguasai dua pemukiman lagi di wilayah Donetsk, Ukraina timur. Klaim ini datang di tengah pembicaraan damai yang baru saja mulai diinisiasi kembali setelah tiga tahun vakum. Sementara itu, juru bicara Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, tak lupa menyindir kondisi Ukraina saat ini. Ia mengingatkan pernyataannya tahun lalu bahwa Ukraina semakin mengecil karena terus menolak kesepakatan damai.

Pembicaraan Damai Pertama Sejak Tiga Tahun Lalu

Setelah lama terhenti sejak perundingan Istanbul pada Maret 2022, kedua belah pihak kini kembali membuka jalur diplomasi. Namun, harapan publik untuk segera berakhirnya perang harus dibenturkan dengan kenyataan pahit: kesenjangan sikap antara Moskow dan Kyiv masih amat lebar. Tidak hanya dari segi tuntutan, tetapi juga dari cara masing-masing pihak memandang akar konflik.

Delegasi Rusia dipimpin oleh Vladimir Medinsky, mantan Menteri Kebudayaan yang kini terkenal karena peran aktifnya dalam mengubah buku-buku sejarah di Rusia agar sejalan dengan narasi Kremlin soal perang. Dalam delegasi ini juga hadir wakil menteri pertahanan, wakil menteri luar negeri, serta kepala intelijen militer kombinasi yang menunjukkan betapa seriusnya Moskow dalam mengawal proses negosiasi ini.

Rusia Ingin Lanjutkan Kesepakatan Istanbul 2022

Medinsky mengonfirmasi Rusia menganggap pembicaraan ini sebagai kelanjutan dari perundingan Istanbul yang tertunda. Menurutnya, tujuan utama negosiasi langsung dengan Ukraina adalah mencapai perdamaian jangka panjang, bukan hanya sekadar gencatan senjata.

“Namun, isi kesepakatan yang sempat dibahas pada 2022 sangat merugikan pihak Ukraina. Saat itu, Moskow menuntut pemangkasan besar-besaran kekuatan militer Kyiv, yang jika diterima, akan membuat Ukraina rentan di masa depan,” kata Medinsky.

Kini, menurut Medinsky setelah perang berlangsung lebih dari dua tahun dan Rusia berhasil menguasai sekitar 20 persen wilayah Ukraina, posisi negosiasi mereka justru makin keras.

“Presiden Vladimir Putin tetap bersikukuh jika Ukraina harus menyerahkan sebagian wilayah, mencabut niatnya untuk bergabung dengan NATO, dan menjadi negara netral secara permanen,” tutur Medinsky.

Ukraina Menolak Menyerah, Minta Jaminan Keamanan

Medinsky mengungkapkan pemerintah Ukraina menanggapi tuntutan itu dengan penolakan tegas. Bagi Kyiv, permintaan Rusia tak ubahnya tuntutan untuk menyerah. Presiden Volodymyr Zelensky dan para pemimpin politik Ukraina tidak ingin menyerahkan wilayah, apalagi mengubur ambisi mereka untuk menjadi bagian dari aliansi pertahanan Barat seperti NATO.

“Sebaliknya, Ukraina menuntut adanya jaminan keamanan konkret dari kekuatan besar dunia, terutama Amerika Serikat. Mereka ingin memastikan bahwa agresi serupa tidak akan terulang di masa depan, baik oleh Rusia maupun kekuatan lain yang memiliki ambisi ekspansionis,” jelasnya.

Jalan Damai Masih Panjang dan Berliku

Meski pembicaraan kembali dibuka, banyak analis menilai bahwa jalan menuju perdamaian sejati masih sangat panjang dan penuh rintangan. Tidak ada pihak yang siap mengalah, dan masing-masing memiliki tujuan yang bertolak belakang. Sementara pertempuran di lapangan terus berjalan, harapan masyarakat internasional untuk berakhirnya perang harus tetap dikawal dengan realisme. Sebab, sebagaimana dikatakan seorang diplomat tinggi Uni Eropa yang enggan disebut namanya, Terlalu dini untuk menyimpulkan apa pun sekarang.

“Bagi dunia yang menyaksikan dari kejauhan, pembicaraan ini adalah secercah harapan. Tapi bagi Ukraina dan Rusia, ini adalah pertarungan politik dan martabat yang masih jauh dari selesai,” pungkas Medinsky. (04/iKoneksi.com)

banner 325x300banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *