Sidang Pembelaan Hak Masyarakat Adat Simalungun, Taman: Psikolog Forensik Bongkar Luka Kolektif yang Terpendam

Kab Simalungun, iKoneksi.com – Perjuangan untuk mendapatkan keadilan bagi masyarakat adat memasuki babak baru. Sidang lanjutan kasus yang melibatkan empat terdakwa, yakni Tomson Ambarita, Joni Ambarita, Giovani Ambarita, dan Prando Tamba, berlangsung penuh perhatian di Pengadilan Negeri Simalungun, Jumat (20/12/2024). Sidang ini menjadi sorotan karena mengungkap persoalan yang lebih besar: ketidakadilan sistematis yang selama ini menimpa masyarakat adat di Indonesia.

Pada persidangan tersebut, Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN), menghadirkan seorang psikolog forensik dan ahli masyarakat adat sebagai saksi ahli. Kesaksian ini menjadi upaya untuk menunjukkan dampak mendalam dari ketidakadilan yang terus dialami masyarakat adat.

“Masyarakat adat sering kali mengalami trauma mendalam akibat pengabaian hak-hak dasar mereka. Hak ulayat mereka dirampas, identitas budaya dihina, bahkan leluhur mereka tidak dihormati. Semua ini menimbulkan luka psikologis yang sulit terobati,” papar ahli psikolog forensik di hadapan majelis hakim, Reza Indragiri.

Perjuangan Melawan Ketidakadilan Kolektif

Perwakilan Taman, Boy Raja Marpaung, mengatakan, kasus ini tidak hanya menjadi ajang pembuktian hukum, tetapi juga simbol perlawanan masyarakat adat terhadap berbagai bentuk ketidakadilan yang selama ini mereka alami. Ia menegaskan keempat terdakwa tidak berdiri sendiri. Mereka adalah bagian dari komunitas yang hak-haknya sering kali diabaikan atas nama pembangunan.

“Ini bukan sekadar perkara individu. Ini adalah cerminan dari kondisi masyarakat adat kita yang terus-menerus dikorbankan. Ketika hak-hak mereka dirampas, dan ketika warisan leluhur mereka dihina, apa yang tersisa dari identitas mereka sebagai bagian dari bangsa ini?” tegas Boy saat ditemui di sela-sela persidangan, Jumat (20/12/2024).

Luka Psikologis yang Mengakar dalam Generasi

Reza yang hadir di persidangan memberikan penjelasan yang menggugah kesadaran publik. Ia menyoroti tekanan psikologis akibat pengabaian hak adat bukan hanya dirasakan oleh satu generasi. Trauma ini terus diwariskan secara antar-generasi, menciptakan lingkaran penderitaan yang sulit diputus.

“Dampak trauma ini tidak hanya pada individu, tetapi juga pada komunitas secara keseluruhan. Ketidakadilan yang mereka alami dapat mengikis rasa percaya diri sebagai masyarakat adat. Jika tidak ada rekonsiliasi atau pengakuan terhadap hak-hak mereka, luka ini akan terus membekas, bahkan menjadi beban bagi generasi berikutnya,” jelas Reza

Sidang yang Menggugah Kesadaran Publik

Sidang ini menarik perhatian luas dari masyarakat dan berbagai organisasi. Mereka melihat kasus ini sebagai ujian bagi sistem peradilan Indonesia dalam menangani isu masyarakat adat. Sidang yang semula berfokus pada individu berubah menjadi diskusi nasional tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat yang sering kali diabaikan.

Salah satu warga sekitar, Heru, berharap proses hukum ini dapat menjadi awal dari perubahan yang nyata.

“Kasus ini harus menjadi momen penting bagi bangsa ini untuk kembali mengingat dan menghormati keberagaman budaya serta hak asasi manusia,” serunya.

Agenda Sidang Berikutnya

Boy menerangkan, sidang akan dilanjutkan tahun depan dengan agenda keputusan hasil akhir. Meski proses hukum masih panjang, banyak pihak berharap bahwa persidangan ini dapat menjadi titik balik bagi pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di Indonesia.

“Keempat terdakwa kini menjadi simbol perjuangan yang lebih besar. Mereka adalah cerminan dari perlawanan terhadap ketidakadilan, suara yang mewakili komunitas adat di seluruh negeri. Kasus ini mengajarkan perjuangan masyarakat adat bukan hanya tentang mempertahankan tanah atau budaya, tetapi juga tentang martabat dan keberlanjutan identitas mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia,” ungkapnya.

Dengan kasus ini yang terus bergulir, publik semakin menyadari pentingnya menghormati hak-hak masyarakat adat. Akankah keadilan akhirnya berpihak pada mereka? Semua mata tertuju pada sidang berikutnya. (04/iKoneksi.com)

Komentar