Kabupaten Malang, iKoneksi.com — Rencana penyegelan destinasi wisata Florawisata Santerra De Laponte di Kecamatan Pujon menuai gelombang penolakan dari warga dan pedagang lokal. Tempat wisata yang berdiri megah di Desa Pandesari ini dianggap sebagai nadi ekonomi masyarakat sekitar. Bagi mereka, Santerra bukan sekadar tempat hiburan, tetapi juga sumber penghidupan.
Harapan Ekonomi dari Santerra
Banyak warga Desa Pandesari dan desa-desa sekitarnya menggantungkan hidup dari keberadaan Santerra. Mulai dari pedagang kaki lima, pengelola parkir, ojek wisata, hingga karyawan tetap, semuanya merasa sangat bergantung pada destinasi wisata ini.
“Awalnya banyak yang pengangguran. Sekarang bisa punya penghasilan dari sini,” ungkap Wahyu, seorang pedagang yang sehari-hari membuka lapak di sekitar Santerra, Jumat (13/6/2025).
Menurut Wahyu, sejak Santerra dibuka, tidak sedikit warga yang menyewakan lahan mereka untuk digunakan sebagai lahan parkir atau kios, yang sebelumnya tak termanfaatkan.
Penutupan Santerra, lanjutnya, akan berdampak langsung pada mata pencaharian warga.
“Kalau mau ditutup, itu sama saja menutup jalan rezeki kami,” tegasnya.
Serapan Tenaga Kerja Lokal Sangat Tinggi
Gusti, warga Pujon, juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Ia telah bekerja di Santerra sejak lulus SMA, dan kini telah hampir tiga tahun menjadi karyawan tetap.
“Ekonomi Pujon terasa hidup karena banyak wisatawan datang ke sini,” ujarnya.
Santerra memang tercatat menyerap sekitar 350 tenaga kerja lokal, sebagaimana dijelaskan oleh Arif Kurnia, Humas Florawisata Santerra De Laponte. Mayoritas karyawan berasal dari desa-desa di Kecamatan Pujon, mulai dari Pandesari hingga desa perbatasan seperti Bendosari di Kecamatan Ngantang.
“Desa Pandesari sendiri, sebagai desa terbesar di Pujon, memiliki banyak dusun seperti Sebaluh, Maron Sebaluh, Jurangrejo, Lor Sawah, Gesingan, dan Pandesari Krajan, yang warganya bekerja di Santerra. Selain karyawan tetap, banyak warga sekitar juga menjadi ojek wisata atau mengelola parkiran kendaraan wisatawan. Hal ini tak lepas dari ramainya kunjungan ke Santerra yang membuat area parkir utama seringkali penuh dan memaksa wisatawan untuk parkir di lahan-lahan milik warga,” jelas Arif.
Bukan Sekadar Wisata, Tapi Simbol Perubahan
Santerra berdiri di atas lahan seluas 5 hektare dan menjadi ikon baru wisata di Malang. Terletak di ketinggian 1.200 mdpl, tempat ini menawarkan udara sejuk khas pegunungan dengan konsep taman bunga yang dipadu wahana permainan dan kuliner bergaya taman. Beberapa wahana seperti Rainbow Slide dan bianglala menjadi daya tarik utama, selain ratusan koleksi bunga hias dan spot foto yang instagramable.
“Dengan harga tiket masuk yang sangat terjangkau Rp25.000 pada hari biasa dan Rp35.000 di akhir pekan atau hari libur wisatawan bisa menikmati seluruh area spot foto secara gratis, kecuali untuk wahana permainan yang dikenakan tarif tambahan,” beber Arif.
Kontribusi Besar ke Daerah
Tidak hanya berkontribusi pada pengentasan pengangguran, Florawisata Santerra juga menjadi penyumbang pajak tertinggi di Kabupaten Malang. Dalam satu tahun terakhir, Santerra menyetorkan Rp2,5 miliar ke kas daerah. Fakta ini memperkuat argumen masyarakat bahwa Santerra adalah aset penting, bukan masalah yang harus disegel.
Wahyu berharap pemerintah tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Penutupan Santerra bukan hanya soal menutup sebuah lokasi wisata, tetapi juga akan mengguncang stabilitas ekonomi ratusan keluarga yang menggantungkan hidup di sana.
“Bagi warga, Santerra adalah bukti nyata bagaimana wisata bisa menjadi pendorong perubahan dan kemajuan desa. Maka, ketika penyegelan diwacanakan, tak heran jika suara penolakan pun menggema keras dari lereng-lereng sejuk di kaki Gunung Kawi ini,” pungkas Wahyu. (04/iKoneksi.com)