Kab Humbang Hasundutan, iKoneksi.com – Proyek prestisius preservasi jalan nasional yang seharusnya menjadi solusi atas kebutuhan infrastruktur di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara, justru menyisakan tanda tanya besar. Dengan nilai anggaran yang mencapai lebih dari Rp 80 miliar, proyek ini seharusnya mencerminkan kualitas tinggi. Namun kenyataannya, baru saja rampung, sejumlah ruas jalan sudah menunjukkan kerusakan serius.
Kontrak kerja proyek yang dikerjakan oleh PT SI ini resmi berakhir pada Desember 2024. Namun, karena pekerjaan tak selesai tepat waktu, kontraktor dikenakan sanksi addendum selama 25 hari oleh Kementerian PUPR melalui Satker PJN Wilayah II, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumatera Utara. Meski begitu, sanksi denda ternyata tak cukup memberi efek jera. Sebab, mutu pekerjaan yang diselesaikan tetap dipertanyakan.
Fakta di lapangan menunjukkan sejumlah titik badan jalan mengalami retakan yang diduga kuat akibat rendahnya suhu hotmix saat penghamparan dan minimnya ketebalan pada sisi kiri-kanan badan jalan. Beberapa bagian sudah ditambal-sulam secara kasar, sementara titik lain dibiarkan tanpa perbaikan. Padahal, proyek ini menelan dana besar dan didanai oleh Bank Dunia.
Irvan Hamdani Hasibuan, Koordinator Divisi Anggaran FITRA Sumatera Utara, angkat bicara. Ia mengindikasikan adanya unsur kesengajaan dari pihak kontraktor untuk mengurangi mutu pekerjaan. Bahkan, ia menduga pekerjaan telah menyimpang dari spesifikasi teknis yang tertuang dalam kontrak.
“Proyek ini berpotensi sarat permainan. Mutu jalan, drainase, hingga TPT (Tembok Penahan Tanah) sangat meragukan. Dugaan keterlibatan pihak BBPJN Sumut dalam kongkalikong pun mencuat. Jika benar, ini bukan sekadar lalai, tapi bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” tegas Irvan kepada iKoneksi.com, Selasa (8/4/2025).
Irvan pun mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk turun tangan mengusut tuntas dugaan pelanggaran dalam proyek ini. Menurutnya, fakta kerusakan jalan dalam waktu singkat cukup menjadi dasar investigasi awal.
Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Preservasi Jalan Nasional Doloksanggul-Siborongborong, Surung Sirait, mencoba memberikan penjelasan. Ia mengklaim pekerjaan sudah sesuai spesifikasi dan hasil uji laboratorium. Namun, saat ditanya ke mana hasil uji lab tersebut dilaporkan, Surung tak mampu memberikan penjelasan rinci.
“Sudah ada data uji lab, sudah dilapor,” jawabnya singkat.
Surung juga menyebut proyek ini masih berada dalam masa retensi atau masa perawatan selama satu tahun setelah kontrak berakhir. Artinya, pihak kontraktor masih berkewajiban memperbaiki kerusakan atau kekurangan yang terjadi. Namun, kondisi kerusakan yang muncul dalam waktu dekat usai proyek selesai menjadi catatan serius bagi publik. Yang menarik, Surung malah menyalahkan aktivitas dumptruk yang melintasi jalan proyek sebagai penyebab munculnya kerusakan. Menurutnya, kendaraan berat tersebut sering melintasi jalan meski pekerjaan belum matang. Sebuah alasan yang dinilai lemah dan terkesan menghindari tanggung jawab.
“Mengenai rincian anggaran, proyek preservasi ini mencakup dua ruas jalan: Dairi–Doloksanggul dan Doloksanggul–Siborongborong dengan total panjang sekitar 6 kilometer. Dana yang dikucurkan sebesar Rp 42 miliar untuk ruas pertama dan Rp 41 miliar untuk ruas kedua,” ungkap Surung.
Melihat jumlah anggaran yang begitu besar, menurut Irvan retaknya jalan dalam hitungan minggu menjadi pukulan telak bagi kredibilitas proyek pemerintah. Jika memang benar terjadi penyimpangan, publik layak mendapat penjelasan yang transparan dan tindakan hukum yang tegas.
“Kasus ini menjadi pengingat pembangunan infrastruktur tak cukup hanya dengan menggugurkan kewajiban proyek. Mutu, pengawasan, dan integritas para pelaksana menjadi hal mutlak. Jika tidak, rakyatlah yang akan terus menanggung risiko, melintasi jalan rusak hasil proyek yang hanya bagus di atas kertas,” pungkas Irvan. (04/iKoneksi.com)