Misteri Jalan Bundar: Jejak Perumahan Kolonial yang Terabaikan

Kota Medan, iKoneksi.com – Sepi, mencekam, dan penuh teka-teki. Itulah kesan pertama saat menapakkan kaki di Jalan Bundaran, Kelurahan Pulo Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan. Padahal, saat itu matahari baru condong ke barat.

Di jalan ini, berdiri rumah-rumah besar berlantai dua yang dulunya megah. Bangunan bernuansa kolonial Belanda itu kini tampak lusuh, kusam, dan tak terawat. Sebagian bahkan telah runtuh, menyisakan dinding yang nyaris ambruk.

Kondisi jalan yang tak beraspal semakin menambah kesan tak berpenghuni. Becek dan tertutup semak belukar, akses kendaraan pun sudah mustahil. Nama Jalan Bundar diambil dari bentuk jalannya yang melingkar. Jika ingin menyusuri semua sisinya, kita bisa masuk dari Jalan Pertahanan atau Jalan Bengkel/Jalan Lampu.

Namun, siapa sangka, di balik kesunyian ini, Jalan Bundar menyimpan sejarah panjang tentang perkeretaapian di Kota Medan.

Saksi Bisu Kemegahan Masa Lalu

Di sekitar Jalan Bundar, selain rumah-rumah besar yang tampak terbengkalai, terdapat juga rumah-rumah kecil yang tersusun dalam satu blok. Rumah-rumah ini juga tampak tua dan berumur.

Salah satu bangunan yang masih terawat adalah Mes Bundar milik PT KAI, yang berada di antara Jalan Bundar dan Jalan Bengkel. Di dekatnya, berdiri sebuah menara air besar, yang dulunya menjadi penampungan air bagi karyawan bengkel kereta api di masa lalu. Kini, menara itu telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Wali Kota Medan, Bobby Nasution.

Menurut Hamdan, warga yang telah tinggal di kawasan itu selama 40 tahun-an, rumah-rumah kolonial tersebut perlahan hancur karena termakan usia.

“Iya, hancur, lapuk, tumbang,” katanya saat ditemui, Senin (20/1/2025).

Banyak rumah yang kini kosong tanpa penghuni, dan Yusuf sendiri tidak bisa memastikan jumlah pasti bangunan peninggalan kolonial Belanda di sana.

“Kera (hitung) aja sendiri, yang besar-besar itu, di depan ada, di sana ada,” ujarnya.

Jejak Perkeretaapian dari Zaman Kolonial

Sejarawan Universitas Sumatera Utara (USU), M. Azis Rizky Lubis, mengungkapkan perumahan elit di Jalan Bundar ini dulunya diperuntukkan bagi karyawan bengkel kereta api. Namun, pembangunannya tidak bersamaan dengan berdirinya Deli Spoorweg Maatschappij (DSM), perusahaan kereta api yang dibentuk pada tahun 1886.

“Jadi memang keberadaan komplek perumahan itu tidak terlepas dari pembangunan kereta api di Kota Medan. Tapi, bukan berarti ketika Deli Maatschappij membentuk DSM, perumahan ini langsung dibangun,” jelasnya.

Rel kereta api yang menghubungkan Medan dengan Labuhan dibangun pada tahun 1886. Namun, kompleks perumahan di Jalan Bundar baru berdiri pada 1919, bertepatan dengan pendirian bengkel kereta api atau werkplaats di kawasan tersebut.

“Bengkel tersebut masih beroperasi hingga saat ini dengan nama Balai Yasa KAI Pulubrayan. Dahulu, kompleks ini juga digunakan sebagai tempat tinggal bagi siswa sekolah perkeretaapian yang ingin belajar langsung di bengkel,” kata Azis.

Dari Kawasan Elite ke Tempat Pengungsian

Tak hanya menjadi tempat tinggal bagi pekerja kereta api, kawasan ini juga dulunya dihuni oleh orang-orang Eropa. Lokasinya yang dekat dengan perkebunan Helvetia membuat Jalan Bundar dan sekitarnya menjadi kawasan elit pada masanya. Namun, situasi berubah drastis ketika Jepang menduduki Indonesia. Banyak orang Eropa yang menjadikan komplek perumahan ini sebagai kamp pengungsian karena lokasinya yang dekat dengan Pelabuhan Belawan.

“Kenapa mereka memilih basecamp-nya di situ? Karena di situ memang salah satu populasi orang Eropa selain yang di Polonia. Aksesnya juga lebih dekat ke Belawan,” terang Azis.

Menariknya, saat rel kereta api Medan-Labuhan pertama kali dibangun, kawasan Pulo Brayan belum memiliki stasiun. Saat itu, hanya ada halte kecil, berbeda dengan stasiun yang ada saat ini.

Masa Depan Jalan Bundar: Akankah Bangkit Kembali?

Kini, Jalan Bundar lebih dikenal sebagai kawasan sunyi yang menyimpan cerita sejarah. Dengan rumah-rumah tua yang semakin lapuk, pertanyaannya adalah akankah kawasan ini direvitalisasi atau semakin tenggelam dalam kesunyian?. Sebagai saksi bisu perjalanan panjang perkeretaapian di Medan, Jalan Bundar layak mendapat perhatian lebih, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Jika tidak segera dilestarikan, bisa jadi dalam beberapa tahun ke depan, jejak kejayaan kolonial di Medan ini akan hilang selamanya. (04/iKoneksi.com)

Komentar