Selebgram Ratu Entok Dihadapkan dengan Dakwaan Penodaan Agama

Kota Medan, iKoneksi.com – Selebgram Kota Medan, Irfan Satria Putra Lubis, yang lebih dikenal dengan nama Ratu Thalisa atau Ratu Entok, resmi diadili atas dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama. Pria berusia 40 tahun itu didakwa melakukan penghinaan terhadap agama tertentu yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia melalui siaran langsung di media sosial. Kasus ini mengundang perhatian publik setelah beberapa video viral memperlihatkan Ratu Entok mengeluarkan pernyataan yang dianggap sebagai penistaan agama.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Medan pada Selasa (31/12/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erning Kosasih membacakan surat dakwaan terhadap Ratu Entok.

“Terdakwa didakwa melanggar Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE,” kata Erning.

Ratu Entok juga didakwa dengan pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang penistaan agama.

“Terdakwa melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,” jelas Erning saat membacakan dakwaan.

Siaran Langsung yang Memicu Kontroversi

Peristiwa yang menjadi dasar dakwaan ini bermula pada Rabu (2/10/2024), ketika Ratu Entok mengadakan siaran langsung melalui akun TikTok pribadinya. Dalam video yang diposting, ia memperlihatkan gambar Yesus, sosok yang sangat dihormati umat Kristiani, dan mengeluarkan pernyataan yang menyinggung.

“Biksu kali ah! Horgggg… eh! Kau cukur rambutmu ya, jangan sampai menyerupai perempuan. Kau cukur, biar jadi kayak bapak dia,” ucap Ratu Entok dalam video tersebut.

Menurut Erning, pernyataan tersebut membuat kegaduhan di kalangan umat Kristiani dan menimbulkan keresahan.

“Postingan ini memicu kegaduhan di kalangan umat Kristen dan berpotensi merusak persatuan serta kerukunan antarumat beragama,” ujar Erning dalam sidang.

“Pernyataan tersebut dianggap sebagai bentuk penistaan yang tidak hanya menyinggung perasaan umat Kristiani, tetapi juga dapat memicu ketegangan sosial,” sambungnya.

Laporan dari Umat Kristen

Video siaran langsung tersebut dengan cepat menyebar di media sosial dan menuai berbagai reaksi, terutama dari masyarakat beragama Kristen yang merasa dihina. Sebagai respons terhadap pernyataan Ratu Entok, beberapa perwakilan umat Kristen melaporkan kasus ini ke Polda Sumut pada 4 Oktober 2024. Laporan itu kemudian memicu penyelidikan yang berujung pada penangkapan Ratu Entok.

Pada 30 Desember 2024, Ratu Entok resmi ditangkap dan dibawa ke Pengadilan Negeri Medan untuk proses hukum lebih lanjut. Masyarakat pun mengamati dengan penuh perhatian, mengingat besarnya dampak sosial yang ditimbulkan oleh pernyataan kontroversial tersebut.

Keberatan dari Terdakwa

Setelah mendengarkan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, Ratu Entok mengajukan keberatan terhadap dakwaan yang ditujukan kepadanya. Melalui kuasa hukumnya, ia mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

“Terdakwa tidak menerima dakwaan yang dibacakan dan mengajukan eksepsi sebagai langkah hukum selanjutnya,” kata kuasa hukum Ratu Entok.

Sidang lanjutan akan digelar pada Kamis (9/1/2025) untuk membacakan eksepsi yang diajukan oleh terdakwa. Masyarakat dan pengamat hukum kini menantikan apakah dakwaan terhadap Ratu Entok akan diterima ataukah ada perkembangan baru dalam persidangan yang akan datang.

Dampak Sosial dan Hukum

Kasus ini memunculkan pertanyaan besar tentang bagaimana media sosial bisa menjadi arena penyebaran kebencian dan bagaimana hukum bisa menanggapi ujaran kebencian di dunia maya. Bagi banyak orang, kasus ini bukan hanya soal pernyataan Ratu Entok, tetapi juga tentang bagaimana menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia yang sangat majemuk. Dengan proses hukum yang masih berjalan, masyarakat berharap agar keadilan ditegakkan dan semua pihak bisa menghormati perbedaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (04/iKoneksi.com)

Komentar