Jakarta, iKoneksi.com – Borok pengelolaan BUMN kembali terbongkar! Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Selatan resmi melaporkan dugaan skandal korupsi besar di tubuh PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk. (ATPI), anak perusahaan PT Pertamina.
Laporan ini mengungkap penyalahgunaan fasilitas negara oleh para direksi ATPI, yang diduga menghamburkan uang perusahaan untuk membeli mobil mewah demi kepentingan pribadi. Lebih mengejutkan lagi, beberapa direksi tersebut bahkan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) OJK, namun tetap menikmati fasilitas mewah layaknya pejabat negara.
Dugaan Skandal: Direksi Gagal Ujian OJK, Tapi Hidup Mewah
GMNI menyoroti fakta mencengangkan bahwa lima direksi ATPI yang gagal dalam uji kelayakan OJK tetap diberikan fasilitas kendaraan mewah dengan harga fantastis. Padahal, anggaran untuk pembelian mobil-mobil tersebut tidak pernah disetujui dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2023 serta tidak tercatat sebagai aset perusahaan.
Berikut daftar direksi yang diduga menikmati fasilitas mobil mewah dengan uang perusahaan:
- Tatang Nurhidayat (Presiden Direktur) – Mercedes Benz GLE 450 2023, seharga Rp 2,32 miliar
- Emil Hakim (Direktur Keuangan & Layanan Korporat) – Toyota Alphard 2023, seharga Rp 1,385 miliar
- Ery Widiatmoko (Direktur Pemasaran Asuransi) – Toyota Alphard 2023, seharga Rp 1,385 miliar
- Sudarlin Uzir (Plt. Direktur Teknik) – Toyota Alphard 2023, seharga Rp 1,385 miliar
- Edi Yoga Prasetyo (Plt. Direktur Kepatuhan & Manajemen Risiko) – Toyota Alphard 2023, seharga Rp 1,385 miliar
Total anggaran yang diduga digunakan untuk membeli kendaraan mewah ini mencapai lebih dari Rp 7,8 miliar.
Yang lebih mengherankan, dua dari lima direksi tidak melaporkan kendaraan ini dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, sementara tiga lainnya mencatat mobil tersebut sebagai aset pribadi—bukan milik perusahaan.
Negara Dirugikan, Siapa yang Bertanggung Jawab?
Fakta ini menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi yang dilakukan oleh direksi ATPI. Menurut GMNI, tindakan ini dapat dijerat dengan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Ini bukan sekadar salah urus, tetapi perampokan terang-terangan terhadap uang rakyat. Mafia BUMN tidak boleh dibiarkan bercokol dan menggerogoti aset negara!” tegas perwakilan GMNI.
GMNI juga menekankan skandal ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dalam pengelolaan BUMN, di mana direksi yang gagal uji kelayakan masih bisa mengakses fasilitas mewah yang seharusnya tidak diberikan.
Tuntutan GMNI: Bongkar Skandal, Hukum Pelaku!
GMNI menuntut Korsup Tipikor Polri dan KPK segera turun tangan untuk mengusut skandal ini hingga tuntas. Mereka meminta agar:
- Seluruh direksi ATPI yang terlibat segera diperiksa dan jika terbukti bersalah, harus diberikan sanksi tegas.
- Mobil-mobil mewah yang diduga dibeli dengan uang perusahaan segera disita dan dikembalikan ke negara.
- Revisi kebijakan terkait fasilitas direksi BUMN, agar tidak ada lagi celah penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan pribadi.
“Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka pengelolaan BUMN hanya akan menjadi ladang bancakan para elit rakus. Kami tidak akan tinggal diam. Ini saatnya membersihkan BUMN dari mafia korupsi!” ujar GMNI dalam pernyataan resminya.
Saatnya Selamatkan BUMN dari Jerat Korupsi!
Kasus ini menjadi pengingat bahwa BUMN adalah aset negara yang seharusnya dikelola untuk kepentingan rakyat, bukan segelintir elit yang serakah. Jika tidak ada tindakan tegas, maka kepercayaan publik terhadap BUMN akan semakin runtuh. (04/iKoneksi.com)