Kota Malang, iKoneksi.com – Kawasan Kayutangan yang kini menjadi salah satu destinasi wisata utama Kota Malang mendapatkan sorotan tajam dari berbagai kalangan. Meskipun Pemerintah Kota Malang tengah merencanakan pembenahan kawasan ini, sejumlah kritik mengalir, terutama dari pengamat cagar budaya yang khawatir pembenahan tersebut justru akan mengubah identitas asli kawasan bersejarah tersebut.
Kayutangan, yang dikenal sebagai jati diri Kota Malang, memiliki sejarah panjang yang tak lepas dari pusat perekonomian pada era 1929-1930. Dengan desain minimalis yang mengusung konsep langgam nieuw bowen, kawasan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari memori kolektif masyarakat Malang. Namun, saat ini, saat pemerintah berencana untuk memperbaiki dan mempercantik kawasan tersebut, sejumlah pihak merasa khawatir akan kehilangan unsur-unsur sejarah yang telah ada selama ini.
Tjahjana Indra Kusuma, seorang pengamat cagar budaya, mengingatkan perbaikan yang dilakukan di kawasan Kayutangan harus mempertimbangkan dan menghormati nilai sejarahnya. Indra menjelaskan Kayutangan bukan hanya sebuah lokasi, tetapi bagian dari memori komunal masyarakat Kota Malang. Istilah jalan-jalan yang populer di kalangan masyarakat dulu mengarah pada rute dari Gedung PLN hingga Pecinan, yang sering disebut dengan nama Kayutangan, Pecinan, atau Moleh.
“Itu adalah memori komunal warga terhadap kotanya. Kalau itu diubah atau diganti, maka keaslian kawasan ini akan hilang,” ungkapnya pada Jumat (17/1/2025).
Indra juga menyoroti soal arus lalu lintas yang rencananya akan diberlakukan satu arah dari selatan ke utara di kawasan Kayutangan. Menurutnya, jika dilihat dari sejarah awal pembentukannya, seharusnya arus lalu lintas di kawasan tersebut mengarah dari utara ke selatan, menuju pusat kota yakni Alun-alun Merdeka.
“Saya kurang setuju jika arah lalu lintas dari selatan ke utara. Seharusnya satu arah dari utara ke selatan, karena itu adalah tujuan utama dari pembentukan akses jalan ini,” kata Indra.
Selain itu, Indra memberikan kritik terhadap penempatan parkir di gedung bekas perbankan syariah yang kini berfungsi sebagai area parkir. Menurutnya, penempatan parkir di kawasan tersebut tidak sesuai dengan prinsip cagar budaya, karena bisa mengurangi keaslian lingkungan cagar budaya itu sendiri. Meski demikian, Indra tetap menghormati keputusan pemerintah, meskipun pandangan tentang cagar budaya sering kali berbeda-beda antara satu pihak dengan pihak lainnya. Indra juga memberikan masukan terkait penataan kursi yang kini banyak tersebar di sepanjang kawasan Kayutangan. Ia mengingatkan agar penempatan kursi dilakukan dengan perhitungan yang matang, mengingat banyak kursi yang diletakkan di dekat jalan raya, yang dapat membahayakan pengunjung yang duduk.
“Selain itu, penempatan kursi yang berada di tengah keramaian juga dapat menyebabkan ruang gerak menjadi sempit, bahkan orang yang duduk di kursi tersebut bisa dilangkahi oleh pejalan kaki yang lewat. Penempatan kursi harus memperhatikan standar yang ada, misalnya jika lebar trotoar hanya 1,5 meter, maka kursi sebaiknya tidak diletakkan di tempat yang sempit dan berpotensi mengganggu kenyamanan pengunjung,” paparnya.
Meskipun Indra mengakui perubahan fungsi kawasan Kayutangan sebagai pusat ekonomi dan wisata merupakan hal yang wajar seiring dengan perkembangan zaman, ia menekankan pentingnya menjaga keaslian ornamen dan elemen sejarah yang ada.
“Perubahan itu pasti, karena Kayutangan juga harus berkembang seiring waktu. Namun, kita harus bisa menjaga keaslian kawasan ini agar tetap mencerminkan jati diri Kota Malang,” tegasnya.
Indra menutup pembicaraannya dengan mengingatkan bahwa pengawasan terhadap perubahan yang terjadi di Kayutangan harus dilakukan dengan cermat, agar kawasan ini tetap memiliki nilai sejarah yang tidak hilang ditelan modernisasi.
“Kayutangan harus tetap mempertahankan suasana heritage, namun dengan sentuhan modernitas yang tidak mengurangi keaslian dan nilai budaya yang ada. Semua pihak, baik pemerintah maupun warga, harus bekerjasama untuk menjaga kawasan ini agar tetap menjadi simbol identitas Kota Malang,” sebutnya.
“Dengan berbagai masukan dan kritik yang disampaikan oleh para pengamat cagar budaya, pembenahan kawasan Kayutangan diharapkan dapat berjalan dengan mempertimbangkan semua aspek, baik dari sisi sejarah, kenyamanan pengunjung, serta perkembangan kota. Ke depannya, Kayutangan diharapkan tetap menjadi kebanggaan masyarakat Kota Malang, dengan tetap menjaga nilai sejarahnya yang tak ternilai,” tukas Indra. (04/iKoneksi.com)
Komentar