Luas Pematangsiantar Berkurang 400 Hektare, Ini Implikasinya

Kota Pematangsiantar, iKoneksi.com – Pematangsiantar, salah satu kota strategis di Sumatera Utara, menghadapi perubahan besar dalam tata ruang wilayahnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021, luas wilayah Kota Pematangsiantar yang sebelumnya tercatat 79,9 kilometer persegi kini menyusut menjadi 75,9 kilometer persegi, atau berkurang 400 hektare. Perubahan ini memicu diskusi intensif antara Pemerintah Kota Pematangsiantar dan Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk menetapkan tapal batas baru yang jelas.

Mendefinisikan Ulang Tapal Batas

Kabid Perencanaan Fisik dan Prasarana Pemko Pematangsiantar, Vicky Zulkarnain, menjelaskan pihaknya telah mengupayakan solusi sejak akhir 2022.

“Pemerintah Kota Pematangsiantar mengajak Tim Tapal Batas dari Kabupaten Simalungun untuk menyepakati penetapan titik-titik batas wilayah. Proses ini melibatkan lurah dan kepala desa dari kedua belah pihak agar hasilnya dapat diterima secara adil,” kata Vicky.

Namun, menurut Vicky, upaya tersebut terhenti karena laporan Tim Tapal Batas Kabupaten Simalungun tidak sampai ke Bupati Simalungun. Hal ini menyebabkan macetnya pembahasan tapal batas di tingkat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

“Akibatnya, pemerintah pusat menetapkan batas wilayah Pematangsiantar sesuai PP Nomor 21 Tahun 2021, yakni seluas 7.500 hektare, tanpa mempertimbangkan revisi atau kesepakatan baru antara kedua daerah,” sebut Vicky.

Kebijakan Baru, Tantangan Baru

Pada Februari 2024, Kementerian ATR/BPN mengeluarkan Peraturan Menteri ATR Nomor 4 Tahun 2024 yang menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pematangsiantar. Kebijakan ini sesuai dengan rancangan awal yang diajukan Pemerintah Kota Pematangsiantar.

“Namun, seperti dijelaskan, implementasi penuh RTRW tersebut masih memerlukan kesepakatan batas wilayah antara Siantar dan Simalungun,” seru Vicky.

Dedi Idris Harahap, Kepala Bappeda Kota Pematangsiantar, menambahkan proses penyusunan RTRW Kota Pematangsiantar diambil alih oleh Kementerian ATR/BPN dan disahkan pada Maret 2024. Menurutnya, pengesahan ini dilakukan karena pemerintah daerah dan DPRD Kota Pematangsiantar tidak mencapai kesepakatan dalam batas waktu yang ditentukan.

“Ini bukan hanya terjadi di Siantar. Kota lain seperti Palembang juga mengalami pengambilan keputusan RTRW oleh pemerintah pusat,” ungkap Dedi.

Dampak Terhadap Pengembangan Kota

Setelah RTRW disahkan, Pemerintah Kota Pematangsiantar kini fokus menyusun Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Rencana ini akan memberikan panduan lebih rinci terkait pengembangan wilayah, termasuk lokasi bisnis, permukiman, dan ruang terbuka hijau.

“RDTRK akan kami sinergikan dengan OSS (Online Single Submission), sehingga memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan investor,” ujar Dedi.

Ia menegaskan RDTRK akan menjadi fondasi untuk mewujudkan Pematangsiantar sebagai kota yang ramah investasi, sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan.

Harapan untuk Masa Depan

Meski pengurangan luas wilayah menjadi tantangan, Pemerintah Kota Pematangsiantar optimistis bahwa kota ini tetap dapat berkembang secara optimal. Penetapan RTRW dan RDTRK diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat sekaligus menarik minat investor untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Namun, penyelesaian tapal batas dengan Kabupaten Simalungun tetap menjadi prioritas utama. Tanpa kesepakatan yang jelas, potensi konflik administrasi dan sosial di masa depan masih mengintai. Kota Pematangsiantar kini berada di persimpangan jalan. Perubahan luas wilayahnya bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan tantangan nyata yang memerlukan kerja sama lintas daerah, komitmen pemerintah, dan dukungan masyarakat. Semoga kebijakan baru ini menjadi langkah awal menuju pembangunan yang lebih terarah dan berkelanjutan,” pungkas Dedi. (04/iKoneksi.com)

Komentar