Jakarta, iKoneksi.com – Wacana libur sekolah selama satu bulan penuh di bulan Ramadan 2025 sempat menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Namun, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Abdul Mu’ti, meluruskan isu tersebut dengan tegas. Dalam konferensi pers pada Jumat (17/1/2025), Abdul Mu’ti memastikan pemerintah tidak pernah merencanakan kebijakan libur sekolah selama Ramadan.
“Jangan gunakan kata libur. Tidak ada istilah libur Ramadan,” tegas Abdul.
Ia menambahkan yang sedang dibahas oleh pemerintah adalah konsep pembelajaran di bulan Ramadan, bukan libur total.
Kebijakan Masih Dibahas Lintas Kementerian
Abdul menjelaskan konsep pembelajaran di bulan Ramadan tengah dirancang bersama beberapa kementerian, seperti Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kantor Staf Presiden.
“Draf kebijakan ini sudah selesai. Insya Allah, dalam minggu depan kami akan merilis kebijakan resmi setelah menunggu kedatangan Menteri Agama Nasaruddin Umar dari Tanah Suci,” jelasnya.
“Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan kegiatan belajar-mengajar tetap berlangsung selama Ramadan, sekaligus memberikan ruang bagi siswa untuk menjalankan ibadah puasa dan mendalami nilai-nilai agama,” sambungnya.
Sejarah Libur Ramadan di Era Gus Dur
Wacana libur Ramadan sebenarnya bukan hal baru. Kebijakan serupa pernah diterapkan di era Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Saat itu, sekolah diliburkan selama satu bulan penuh untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengikuti kegiatan pesantren kilat dan mendalami ajaran agama Islam.
“Namun, kebijakan tersebut menuai pro dan kontra, terutama terkait dampaknya terhadap kurikulum dan pendidikan anak-anak non-Muslim,” terang Abdul.
Respons Beragam dari Berbagai Pihak
Wacana libur penuh Ramadan 2025 yang sempat mencuat di media sosial akhir tahun 2024 memicu berbagai tanggapan. Menteri Agama Nasaruddin Umar awalnya menyebutkan bahwa kebijakan ini masih dalam tahap wacana.
“Untuk madrasah dan pesantren, biasanya memang sudah libur. Tapi untuk sekolah umum, masih kami bahas,” sebut Nasaruddin.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mendukung konsep Ramadan sebagai momentum pembentukan karakter.
“Kami setuju, asalkan Ramadan digunakan sebagai sarana pendidikan akhlak, budi pekerti, dan karakter,” katanya.
Sebaliknya, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menolak wacana libur penuh.
“Puasa tidak boleh menjadi alasan untuk menghentikan aktivitas. Kegiatan belajar harus tetap berjalan,” tegasnya.
Di sisi lain, Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, meminta agar kebijakan ini mempertimbangkan nasib anak-anak non-Muslim.
“Jika semua anak sekolah diliburkan, termasuk yang non-Muslim, lalu mereka diarahkan untuk kegiatan apa? Itu harus dipikirkan matang,” ujarnya.
Kebijakan yang Ditunggu Publik
Pemerintah memberikan tenggat waktu hingga 31 Januari 2025 bagi kementerian terkait untuk menyelesaikan perumusan kebijakan. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan akan memberikan teguran kepada daerah yang belum menerapkan kebijakan sesuai arahan pemerintah pusat.
“Kebijakan pembelajaran di bulan Ramadan diharapkan dapat menjadi solusi yang adil bagi semua pihak, baik untuk siswa muslim yang ingin fokus pada ibadah, maupun siswa non-muslim yang tetap membutuhkan kegiatan bermakna selama bulan suci tersebut,” ungkap Cak Imin sapaan akrabnya.
Dengan berbagai pandangan yang muncul, keputusan akhir pemerintah sangat dinantikan. Akankah pembelajaran Ramadan menjadi momentum pendidikan spiritual bagi siswa, atau malah memicu perdebatan lebih lanjut? Masyarakat kini menanti kebijakan resmi yang akan segera dirilis. (04/iKoneksi.com)
Komentar